Negaraku posesif juga yha~~~
Ada yang baru dengan pesta demokrasi
Indonesia kali ini, untuk pertama kalinya pemilihan legislatif dan eksekutif
digelar secara bersamaan, kali ini memang benar - benar pantas disebut pesta
deh~
Namun diantara yang baru, yang lama
pun terkadang memang masih selalu ada, pak Prabowo untuk kedua kalinya kalah
melawan Jokowi dalam ajang pemilihan presiden.
Jika kursi presiden di ibaratkan
dengan kursi pelaminan maka kita semua pernah menjadi pak Prabowo, yang paling
sering berjuang setiap doi membuka diri meski bukanlah kita yang akhirnya
terpilih.
Kita memang sama soal kekalahan tapi
beda soal respon menanggapi kekalahan itu sendiri.
KPU pada tanggal 21 Mei telah
mengumumkan hasil perolehan suara. Joko Widodo dan KH Makruf Amin terpilih
sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia tahun 2019 - 2024,
Lalu pak Prabowo sesuai prediksi
kembali menolak hasil rekapitulasi pemilu dan menganggap pemilu kali ini penuh
kecurangan yang terstuktur, sistematis dan masif. Yhaa seperti tahun tahun
sebelumnya gitu dehh pokoknya~
Pendukung Prabowo pun melakukan aksi
massa di depan kantor Bawaslu, awalnya berjalan tertib dan lancar, namun ya wong
namanya jagoanya kalah, ditambah bumbu - bumbu yang datang dari jalanan yang
keras, chaos pun tak terhindarkan.
Pihak aparat sendiri telah jauh -
jauh memperhitungkan situasi ini dengan menerjunkan ratusan personilnya untuk
mengamankan aksi pendukung Prabowo.
Tetapi mungkin gak si pemerintah
cukup panik kali ini ?
Pada tanggal 22 Mei lalu pemerintah mengumumkan
bahwa tiga hari kedepan akses media sosial dibatasi, mulai dari whattsapp,
Instagram, sampai Facebook. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi arus deras
hoax saat aksi 22 Mei maupun setelahnya, katanya bisa memicu gelombang aksi
yang lebih besar.
Hei, pemerintahku zheyeng~
Mengapa dirimu jadi seperti ini,
kalau alasanya adalah melawan hoax, ya lawan aja dengan argumen yang penuh
dengan fakta dong, bukan malah menutup mulut warga netizen yang budiman ini.
Kami ini sudah kesepian karena notif
yang muncul di hp kami sudah jarang, kok ya tega teganya malah ditambah dengan
pembatasan akses sosial media. Hp kami tak ubahnya layar canggih yang di sia -
siakan, kupikir hanya hatiku saja yang disia siakan~
Ya si, memang arus hoax tentu akan
terbendung karena akses media sosial dibatasi, tapi apa iya, gak ada cara lain
yang lebih elegan. Lha wong ini katanya negara demokrasi tetapi ketika ada yang
protes dan melakukan aksi kok ditanggapinya kayak gini ?
Hak pihak yang kalah juga dong untuk
mengutarakan pendapatnya, bukan malah di batasi akses informasinya
Hei, pemerintah zheyeng~
Kamu kok jadi mirip pacar yang posesif sih,
sukanya melarang ini itu, padahal semua bisa di diskusikan, balas argumen
dengan argumen dong.
Lagian emangnya kami ini gak bisa
bedain ya mana hoax mana bukan. Kan situ juga yang sering ngomong “Rakyat kita
sudah dewasa” sudah bisa menentukan mana yang baik mana yang buruk.
Tapi ketika ada kejadian kayak gini
main batas batasan aja, seolah - olah kami tak bisa memfilter berita, hingga
harus di cekoki dan menyingkirkan yang lain. Gimana sehh?
Hei, pemerintahku zheyeng~
Besar juga loh dampaknya bagi
masyarakat masyarakat kita.
Ada mbak mbak olshop yang kehilangan
pelangganya yang gak bisa mengakses sosial medianya, padahal ada banyak produk yang
mau dirilis tetapi terpaksa ditunda, ya gimana ? kebutuhan banyak orang kini
kan mulai banyak dipasok dari olshop olshop instagram. Ditambah menjelang
lebaran pula
Dan tentu para pasangan LDR yang
harus menunda kangen karena tak bisa chatting maupun video call.
Apa pemerintah mau tanggung jawab
kalau nantinya banyak pasangan LDR yang akhirnya jadi jomblo, jomblo bersatu
tak bisa dikalahkan lhooo~
Mereka mungkin akan lebih ganas
menuntut pemerintah, jangan - jangan chaos akan menjadi lebih besar, justru
saat media sosial dibatasi.
Lagian kenapa sih, yang demo siapa
yang kena imbasnya siapa. Coba deh kita renungkan berapa banyak hal yang
terputus dari adanya pembatasan internet ini. Berapa banyak komunikasi yang
terpaksa tertunda, padahal bisa jadi bebarengan dengan deadline pembayaran,
ketemu klien, ketemu gebetan, ahh!!!!!1!1!!!1!
Atau jangan - jangan pemerintah
memang sedang ingin membuat warganya seolah olah berada di China. Ups. Skip
Setelah aksi ini berakhir, satu
persatu provokator ditangkap
Yha semoga saja sampai ke aktor
intelektualnya dehh
Setelah ini ya sama sama
intropeksilah, bagaimana demokrasi yang seharusnya menjadi tempat sebebas
bebasnya berpendapat namun saat pemilu ini malah terjadi polarisasi kekuatan,
politik identitas yang menguat lalu muncul kotak kotak pemisah diantara kita~
Apakah kita memang sudah siap dengan
demokrasi ?
Mulai dari sistem yang dipakai,
ternyata memakan banyak sekali korban jiwa, lebih dari 450 orang petugas KPPS
meninggal dunia, dan 4000an orang sakit karenanya.
Harga yang begitu mahal untuk sebuah
pergantian kekuasaan yang padahal sudah berlangsung damai.
Ketidakpuasaan tentang hasil dari
pemilu memang sah dan wajar wajar saja. Tetapi respon pemerintah dengan
membatasi akses sosial media memang perlu dikaji ulang.
Demokrasi yang dibangun sejak
reformasi yang waktu itu juga memakan banyak korban jiwa lhoo~
Kebebasan berpendapat yang dibangun
dari darah orang banyak harus diperkusi beberapa hari.
Benarkah kita sudah siap
berdemokrasi?
Benarkah kita sudah mampu mendengar
dan merespon orang - orang yang tidak sependapat, bukan malah membuat semua
orang dibungkam mulutnya demi tercipta kondusifitas.
Komentar
Posting Komentar