Angan-angan di Kota yang Jauh
Diantara 412 kilometer, tak adakah
gedung-gedung tinggi yang menjulang? Atau gunung-gunung yang punya hutan paling
sepi. Tak adakah diantara 412 kilometer itu penghalang dan peredam angan-angan?
Sore, menjelang maghrib di Semarang. Mataku perlahan
terbuka, badanku kepanasan. Kota ini masih terasa panas, meski sudah 3 tahun
aku menumpang hidup. Bagaimana di situ? Dengan gemerlap angan-angan dan harapan
untuk punya hidup yang lebih baik? Kota yang aneh, tidak pernah mengatakan
apa-apa tetapi bisa membuat banyak orang berharap banyak.
Bagaimana di situ? Ku dengar kau sudah tidak
lagi takut dengan gelap, dengan jam dengan angka puluhan dan roda-roda besar
yang bisa saja meninggalkanmu jika telat beberapa menit saja. Kau hebat, bisa
bertahan di dunia seperti itu.
Aku pernah loh, ingin ke sana, ingin mencicipi
juga bagaimana perasaan punya angan-angan di kota penghasil angan-angan
terbaik. Sayangnya di dua kali kesempatan yang ku punya, aku tak punya nyali. Gagal
sudah mencoba hidup satu awan denganmu.
Tapi benarkan? Kau sudah tak takut gelap dan
jam dengan angka puluhan? Aku liat kemarin di internet kau sudah punya ruangan
khusus yang tahan gelap, tidak takut angka puluhan, dan yang pasti sih mampu melindungimu
lebih baik dibanding kata-kataku.
Ruangan khususmu kau beli di mana? Apa aku
boleh tau? Tapi, gak jadi deh. Aku Cuma basa – basi. Hehe, lama juga ya, kita
tidak basa-basi? Tapi tidak juga, tidak penting juga bagimu. Aku hanya
kebanyakan angan-angan.
Tapi serius, ruangan khususmu itu bagus. Kamu harus
bisa merawatnya, kadang memang perasaan buruk bisa saja hadir, tapi bukankah
hal-hal seperti itu sudah pernah kita bahas, sudah kita alami dan gagal,
sudahkah kau belajar?
Tapi pun kalau belum, ya, tak apa. Aku juga
sepertinya belum belajar. Aku nggak tau harus belajar dengan apa dan dengan
siapa? Rasanya belajar merasa baik, meski kau jauh, aku masih belum lulus.
Sulit sekali, setelah apa yang aku bangun
perlahan-lahan dengan batu bata paling sunyi dan paling pendiam rusak. Aku memesannya
khusus ke bapak-bapak di ujung gang di dekat rumah mbahku. Aku tak mau
batu-bata itu dibuat siang-siang, kubilang, batu bata harus dibuat selepas jam 12 malam.
Siang adalah bagian hari yang membuatku merasa
takut. Kau pernah sibuk di sana, aku sibuk memikirkan kesibukanmu. Perasaan-perasaan
yang sulit aku jelaskan. Di saat seperti itu aku hanya menunggu kamu kangen,
lalu kita bisa berbalas dengan cepat dengan teknologi yang ternyata tak berarti
apa-apa.
Ya, itulah kenapa tadi aku bilang ruangan
khusus yang kau punya sekarang itu bagus. Ia tidak perlu banyak teknologi, bisa
menemuimu kapanpun saat kau mau beli mie ayam. Btw mie ayam yang dulu kau pap
apakah masih ada? Boleh kau emailkan alamatnya ke aku? Suatu hari aku ingin ke
sana, semoga rasanya masih enak, ya?
Bagaimana kuliahmu? Semakin semangatkah untuk
terus belajar hal-hal baru?
Bagaimana tempat kerjamu? Masih menyenangkan,
kan? Sudah gak ada kan yang iri dengan posisi kamu? Masih suka ngopi tiap kali
dateng ke kantor?
Bagaimana kabarmu? Ada cerita apa kamu hari ini,
seminggu ini, sebulan ini, atau setahun ini?
Komentar
Posting Komentar