ceritanya dari sini

Kepadamu yang pernah dengan sengaja bangun jam 3 pagi hanya untuk membuat masakan untuku, terimakasih untuk makanan itu, untuk waktu tidurmu yang kau potong itu. Semoga suatu saat nanti aku bisa membalasnya. “ini makananya, dihabisin ya, kamu tau? aku bangun jam 3 pagi sama ibuku cuma buat masakin ini buat kamu, kamu jam segitu lagi ngapain pasti masih tidur, aku udah bangun ven, nyiapin ini buat kamu! Dihabisin!” kalimat itu ditutup dengan wajah cemberutmu dan kau pun pergi, “terimakasih ya” teriaku. Haha waktu itu, ya makanan yang enak, tapi bukan itu, tentang kau yang menyadarkanku dengan sikapmu.

Kau benar masih ada bahagia lain, masih banyak orang yang menyayangiku, masih banyak orang yang peduli dan mungkin termasuk kau. Hari itu aku percaya kata-katamu. Hari itu juga aku merasa aku seperti berada di beberapa tahun yang lalu,saat aku merasa dibutuhkan, aku merasa orang lain ingin aku bahagia. Meskipun kau temanku, dan memang kita harusnya hanya berteman saja. Terimakasih telah membuatku merasa spesial lagi. Meskipun tak terfikirkan kapan aku akan menemukan seseorang yang akan menjadi tempatku berbagi, tapi aku tau, kita adalah manusia yang diciptakan berpasang-pasangan. Aku mulai merasa membutuhkan itu, meskipun tak tau siapa.

Aku mempunyai beberapa pandangan tentang cinta sebelum sampai ketitik ini, sebelumnya aku pernah menjalin hubungan cukup lama dengan seseorang, karna suatu hal kita tak bisa melanjutkanya, dan hal yang membuatku sakit, lamanya kita pacaran ternyata hanya butuh waktu kurang dari 2 minggu untuk dia memulai dengan orang baru, kami pacaran 1 tahun 9 bulan waktu itu. Sementara aku butuh 4 tahun untuk merasa kembali baik baik saja soal cinta. Sejak itu aku merasa pacaran adalah bullshit, aku mulai tak percaya komitmen, kalau seseorang bisa saling membahagiakan kenapa harus memusingkan ikatan ? ikatan membuat seseorang arogan, seolah kitalah yang memiliki hak penuh atas pasangan kita, dan itu membuat kita merasa berhak untuk melarang ini itu, bahkan mungkin merubah kebiasaan, yang tadinya orangnya cuek, karna sudah merasa pacaran maka menuntut untuk menjadi perhatian, juga yang lainya mungkin  ingin selalu ada buat kita, ingin selalu jalan bareng, antar jemput dan lainya yang mungkin bertolak belakang sifatnya dengan tuntutan si pacar, aku bingung, kita mencintai seseorang dengan utuh, atau kita mencintai pacar idaman ( mungkin pacar harus perhatian, yang selalu ada, yang modis dll) yang dengan sengaja kita terapkan ke pacar kita sehingga kita bisa mencintai pacar kita, seolah kita hanya meminjam tubuh pacar kita, tp kita merubah sifatnya menjadi sosok pacar idaman kita, bagaimana kalau pasangan kita tidak berubah, alias tetap menjadi dirinya sendiri apakah kita masih mencintainya? Atau mungkin suatu saat si pacar mulai menyadari telah berubah dari sifat aslinya dan mulai menjadi diri sendiri lagi, dan tiba tiba kamu bilang “kamu udah berubah, gak seperti yang dulu lagi?” ya iyalah, dia yang dulu adalah dia sebagai pacar idamanmu, sementara dia yang sekarang adalah dirinya sendiri, dia tidak berubah, dia hanya kembali menemukan siapa dirinya kembali.

Jadi kita mencintai orangnya atau kita mencintai sosok pacar idaman yang sudah kita terapkan di pacar kita, bagaimana kalau kita menemukan sifat pacar idaman itu di orang lain, akankah kita memilihnya ? atau bertahan dengan pacar kita. Sama seperti kopi, kopi itu pahit, tapi kau lebih suka kopi gula atau kopi susu, lebih manis katamu. Kopi harus menjadi diri yang lain dulu sehingga kamu bisa suka. Atau kamu yang merubah kopi dengan ditambah gula, susu dan lainya sehingga menurutmu perfect dan kamu jadi suka, faktanya kamu tidak menyukai kopi pahit. Jadi ? apa kamu suka orangnya atau km suka sosok pacar idaman yang sudah diterapkan di pacar kamu sekarang. Kamu suka kopi pahit atau kopi yang sudah ditambahkan susu sehingga manis dan kau jadi suka?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemui Mimpimu di Jakarta

Angan-angan di Kota yang Jauh

Etika yang Luntur atau Dosen yang Baperan ?