kita berada di satu gelas yang sama

Waktu itu matahari sedang muncul dari balik cakrawala dan semuanya hanya tentang kau yang masih terus berada dikepala. Entah mengapa di lain waktu aku bisa melupakanmu dengan mudah tapi dengan lagu, tempat, parfum dan suasana kau seperti berada tak jauh dari sini. Mereka adalah mesin waktu terbaik yang penah ada, aku bisa menjelajahimu dengan mudah, tak perlu teknologi machine time sepertinya. Beberapa bulan di waktu kelas 1 SMA aku seperti menemukan kehidupan baru, dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan tempat. Ada sesuatu yang menarik perhatianku waktu itu. Ya. itu kau, aku menemukanmu disana. Di tempat duduk paling depan, nomer 2 dari kanan. Tempat favoritmu mungkin, sementara aku lebih suka duduk dibelakang. Kau yang sering tertawa dengan suara lirih, dengan mata yang sayu dan apalagi kalau bukan kerudungmu. Ya, Aku suka melihatmu saat kau membenarkan posisi kerudungmu, lalu meniupkan angin dari mulutmu ke atas “fyuhh” atau saat kau meletakan pensil di lekukan kerudungmu itu, ya meskipun itu sedikit aneh. 

Kita berkenalan dengan cara yang biasa-biasa saja dan berbincang dengan biasa-biasa saja sampai semuanya akan menjadi tidak biasa jika tidak denganmu seperti biasa. Kita mulai berbagi banyak hal, hobi, musik favorit, pelajaran sekolah sampai hal tidak penting seperti kau suka teh atau kopi? Aku tidak tahu bagaimana caranya kita bisa jadi dua orang yang saling berbagi, meskipun aku selalu merasa belum sepenuhnya melupakan masa laluku, tapi paling tidak kau lah yang menyamarkannya.

Kau ingat dengan kalimat ini “maaf kita tidak bisa pacaran” aku tidak percaya komitmen, ada rasa benci dengan kalimat pacaran, status itu terlalu bullshit. Dan entah bagaimana kau pun setuju. Kita menjalani semua dengan tanpa janji apapun, aku pikir kita tak perlu berjanji, kita hanya perlu melakukan, menunjukanya kepada orang yang kita suka. kita saling berbagi, mungkin saling menyukai, menyukai tanpa perlu merubah apapun dari pasangan kita. Aku tetap jadi diriku, kau tetap jadi dirimu dan kita akan bersama tanpa kita merubah diri kita, aku pikir mencintai tak perlu merubah apapun dari pasangan kita. Kau bisa membaca di cerita sebelumnya kenapa aku tidak suka dengan perubahan dalam hubungan.

Awalnya semua serasa baik-baik saja sampai tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang membuat kita tidak merasakan percikan emosi-emosi rasa, kau mungkin merasakanya juga. Aku tidak merasakan cemburu, marah dan yang lainya, memang itu terasa menyenangkan saat hari-hari diisi dengan kesenangan, tapi kok, rasanya malah hambar, kita hanya membagi apa yang menurut kita baik.

Mungkin karena kita yang tidak memiliki ikatan atau kita yang terlalu acuh dengan membiarkan sifat pribadi masing-masing tanpa perlu merubahnya. Walaupun mungkin sifat itu ada yang tidak cocok dengan kita. Mungkin itu, tapi aku merasa kita seperti air dan minyak, tidak ada yang melebur tidak ada yang mengalah, dan kita memang bersama seperti berada dalam satu gelas yang sama tapi kita tidak bisa menyatu. Air tetap menjadi air, minyak tetap menjadi minyak. Ya seperti itulah saat kau dan aku mempertahakan egonya masing-masing. Berubah ternyata tidak selalu menjadi diri orang lain, tidak selalu buruk, karna hidup ini berproses dan berproses pasti berubah, mungkin berubah bisa seperti beradaptasi dengan pasangan kita, saling menyesuaikan satu sama lain, dan itulah yang akan membuat kita menjadi satu rasa, mungkin. Kita telah gagal, atau mungkin aku yang gagal, aku yang terlalu sok tau bahwa mencintai tak perlu menyesuaikan bahwa mencintai harus menjadi diri sendiri, nyatanya kita malah seperti air dan minyak.

Komentar

  1. Kau tahu ikatan bahkan tidak lebih baik dibandingkan saling menjaga dalam ketidakpastian

    BalasHapus
    Balasan
    1. ikatan membuat tanggung jawab boeng. menjaga dalam ketidakpastian adalah fana

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemui Mimpimu di Jakarta

Angan-angan di Kota yang Jauh

Etika yang Luntur atau Dosen yang Baperan ?