Purwokertoku yang Sendu



Sore itu Purwokerto tampak sendu, bau khas dari tanah yang basah karna hujan kini mulai merebak. Rintik hujan menghentikan laju Bayu dan Ifa di halte bis untuk meneduh.

“kita berhenti disini dulu ya ?” ucap Bayu
“yaudah gak papa Bay“ balas ifa sambil melepas helm nya

Mereka hanya berdiri mematung memandang hujan sore itu, bangku - bangku dibelakangnya telah terisi, tak ada tempat untuk duduk. Beberapa kali petir terdengar memecah langit yang tak lagi biru itu. Satu tangan bayu berada di bahu Ifa, nampak ragu antara memeluk dan merangkul, lalu tangan yang satunya mengusap pipi yang setengah basah itu.

“agak mundur, nanti kena air hujan” ucap bayu sambil melangkah kebelakang
“iya, iya “ nampak terbata-bata

Rupanya Ifa mulai kedinginan, bayu melepaskan jaket jeans nya lalu meletakannya ke tubuh yang mungil itu.

“kamu pake aja, nanti malah kamu yang kedinginan” Kata Ifa
“emm, kan masih bisa meluk hehe”
“ihh apa, gak boleh yah” mata ifa melirik bayu dengan tajam
“meluk ini, eem tembok ko, ini nih aku peluk” balas Bayu mencoba merubah suasana yang mulai agak canggung

Candaan Bayu selalu berhasil membuat lesung pipit ifa menyembul keluar, membuatnya lupa dan tak memperhatikan omongan Bayu sebelumnya. Menit demi menit telah berlalu, hujan kini telah berubah. Kota ini semakin cantik setelah hujan rupanya, terlihat berkabut tipis, semakin dingin, juga terlihat beberapa genangan di sudut kota yang justu semakin membuat syahdu suasana waktu itu.

Bayu dan Ifa sebenarnya sudah berencana, sore itu sepulang sekolah mereka akan pergi ke Balai Kemambang. Namun berhubung sore itu hujan dan yang pasti membuat tempat duduk di taman jadi basah. Mereka pun merubah haluan, kedai kopi jadi pilihan mereka. Dingin kota ini memang cocok sekali ditemani kopi. Motor bebek Bayu mulai mengantarkan mereka ke tempat tujuan.

Di simpang Pasar Wage meraka berhenti di lampu merah, tangan Ifa nampak lebih erat memeluk Bayu, begitupun dagu Ifa disenderkanlah di bahu Bayu. Sungguh sangat berbahaya posisi seperti ini, laki - laki mana yang bisa tidak baper dengan keadaan demikian, ditambah obrolan yang terus menemani perjalanan mereka. Dingin di kota ini memang kadang tak wajar. Apalagi Ifa berasal dari Semarang, kota yang cukup panas di utara Jawa Tengah. Bayu melihat ke bawah sebentar, nampak tersenyum dengan tingkah Ifa yang kali ini memeluknya cukup erat. Ifa pun tampak asik menikmati kota ini selepas hujan dari balik bahu Bayu, Ia nampaknya sejenak lupa bahwa lelaki yang membawanya itu belum menjadi muhrimnya. Bukanya apa - apa, ifa memang paling anti dengan pacaran, apalagi “pacaran tidak sehat” menurutnya cukup menjadi perhatian, peduli dan berusaha mengerti untuk tau lebih dalam tentang pasangan kita, barulah saat kita sudah benar - benar yakin, kita bisa memulai untuk hal yang lebih serius. Ifa bukan tipe wanita yang biasa rupanya, hal itulah yang justru membuat Bayu lebih tertarik. Ifa punya banyak perspektif tentang cinta, ia juga pernah mengatakan bahwa ia tak percaya cinta bisa hadir karna terbiasa, kalau memang itu benar, tentu orang yang sudah lama berpacaran atau menikah tidak akan berpisah, tapi nyatanya masih ada saja orang yang berpisah walau sudah lama menjalin hubungan. bukankah berarti mereka sudah terbiasa bersama juga, tapi nyatanya tak selalu bisa mempertahankan apalagi menumbuhkan rasa cinta? Mungkin hal itu juga yang membuatnya enggan untuk cepat - cepat memutuskan untuk berpacaran.

Mereka akhirnya sampai di kedai kopi, lalu memilih tempat di pojok sebelah kiri. Lampu gemerlap kuning menemani mereka, di samping mereka duduk, ada sebuah jendela besar yang bisa untuk melihat ke arah luar, rupanya diluar kembali hujan. Melihat hujan dari balik jendela, ditemani kopi juga seorang teman, tempat duduk yang terbuat dari kayu di kota yang sendu dan tak lupa waktu itu terputar lagu dari Banda Neira - Sampai Jadi Debu, Sungguh kombinasi yang super komplit untuk menikmati sore di kota ini. Merekapun asik mengobrol sampai akhir senja. Gelap datang, pertanda mereka harus segera pulang.

Di perjalanan pulang, mereka hanya diam, Bayu sedang mencoba untuk terus mengingat detail kejadian hari ini, keadaan yang ditunggu itu telah datang saat ini, ia begitu berdebar gembira, perempuan yang selama ini dia sukai sudah nampak akrab dan nyaman denganya. Tiba - tiba Ifa berteriak “ Eh ada apa itu Bay” Bayu langsung menuju ke kerumunan massa itu. Ternyata kerumunan orang tersebut sedang melihat banjir bandang yang membuat beberapa rumah di pinggir sungai roboh, dan jembatan tersebut ditutup, hal ini dilakukan atas inisiatif warga, karna khawatir, jembatan ini roboh juga dan menimbulkan korban jiwa. Bayu dan ifa berhenti lalu turun dari motor.

“Eh kamu tau ga ? ada proyek besar di Gunung Slamet, katanya hutan dibabat untuk keperluan pembuatan proyek tersebut” kata Ifa
“hmm, maksudmu banjir bandang ini gara - gara itu ?”
“ya gak tau juga si, mungkin juga karna cuacanya yang lagi gak bersahabat, tapi peristiwa kali ini kan baru pertama kejadian dan waktunya barengan sama adanya proyek tersebut” tambah Ifa
“hussh, itukan masih mungkin iya mungkin enggak, yaudah mending kita doa aja, supaya gak ada korban jiwa, dan kota ini tetap aman”
“aamiin, yuk pulang”

KE ESOKAN HARINYA
Bayu dan ifa duduk berdua di kantin kampus, mereka telah menghabiskan makanan yang dipesan, satu nasi goreng dan satu mie ayam.

“Bay, gimana project film kamu?”
“iya lagi mau dimulai ini, baru mau ngumpulin orang, lalu bahas mau bikin film apa “

Disaat bayu bicara, Ifa mengambil tisu lalu mengusapkanya dikening Bayu, Bayu nampak kaget, lalu melihat Ifa dengan tatapanya, ia ingin menangkap semua raut wajah wanita didepanya itu. Ifa hanya menunduk, lalu tisu itu diberikan ke Bayu

“Nih, kamu lap sendiri”
“iya, makasih ya fa” balas bayu
“eh nanti malam ada acara ga ? keluar yuk”
“boleh aja”
“Yaudah nanti jam 7 aku jemput”
“tapi, aku sholat dulu ya, 7.15 deh”
“Yaudah aku tungguin”
“bukanya ngimamin malah nungguin doang, dasar” tutup Ifa

Dan percakapan itu makin membuat Bayu untuk mengungkapkan dan meresmikan hubungan mereka ke jenjang perpacaran.

DI SEBUAH CAFE
Dengan keberanianya akan keyakinanya tadi, kini rencana itu akan dilaksanakan, setelah sebelumnya Ifa dijemput oleh Bayu di kosnya. Kini mereka telah duduk berhadap - hadapan, ada sebuah vas berwarna putih dengan bunga berwarna merah muda, selaras dengan baju yang kini dipakai Ifa. Obrolan demi obrolan telah mengalir begitu derasnya. Hingga sampailah pada saat yang dinantikan

“Fa, aku harus ngmong ini” kata Bayu
“Ngomong apa si Bay”
“Aku sayang kamu”
“haah, apasih bay?!”
“iya, aku sayang kamu, aku cuma pengin kamu tau itu, setelahnya ya terserah kamu”
“makasih ya, km sudah sayang aku. Jujur, aku juga sayang sama kamu Bay, tapii…”
“tapi kamu belum mau pacaran kan? Aku ngerti kok”
“bukan.. sebenarnya itu cuma alasanku aja, aku udah tunangan Bay, aku dijodohkan sama orang tuaku, meskipun aku gak sayang, tapi aku gak mau durhaka sama orang tua. Aku kuliah sekarang juga untuk menunda pernikahanku, aku pengin menikmasi masa mudaku, masa sendiriku sebelum akhirnya menikah”
“Tapi, kalau kamu gak suka, kan kamu bisa nolak Fa?’
“gak segampang itu masalahnya Bay, aku sangat sayang ke orang tuaku, dan aku dulu ngrasa sangat menyesal, sewaktu bapaku meninggal, aku gak ada disebelahnya.”
“terus apa hubunganya ?
“Ayahku dulu ngebangun bisnis dari nol, beberapa kali gagal, sampai akhirnya dibantu oleh teman ayahku, dan mereka sudah merencanakan, jika Ayahku punya anak perempuan, maka dijodohkan dengan anak laki lakinya. Aku gak tau langkah yang ku ambil ini benar atau salah, tapi mungkin ini cara terakhirku menebus rasa bersalahku dan bakti ke ayahku Bay”
“Iya Faa, kalau itu keputusanmu, aku hargai”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemui Mimpimu di Jakarta

Angan-angan di Kota yang Jauh

Etika yang Luntur atau Dosen yang Baperan ?