Kaligua

 


Empat tahun lalu, sentuhan jarimu masih nyata.
Kamu mengusap pipi dan menegakkan kepalaku yang mulai menunduk.
Sorot matamu masih bisa kulihat dari jarak kurang dari satu meter.
Kita baru selesai jalam-jalan ke Kaligua waktu itu. Bagian mana yang paling kamu ingat dari momen itu?
Enggak perlu mikir keras, kalau lupa, biar aku simpan sendiri.
Sejak kamu di Jakarta, lalu pulang di momen mudik, Kaligua selalu tak lepas dari obrolan.
Kamu ingin ke sana, ke kebun teh, ke suasana dingin, ke perjalanan yang menanjak dan berliku.
Di satu hari itu, aku bisa mengajakmu ke sana.
Kamu sempat agak kedinginan, lalu memakai jaket biruku.
Kita juga sempat memakan semangkuk bakso. Yang tentu saja rasanya biasa aja.
Lalu kita menertawainya, karena kita menghabiskan semangkuk itu biar badan anget aja.
Kita menaiki bukit, lebih tepat kebun teh yang menanjak, lalu berfoto.
Dibanding melihat kebun teh, rasanya aku lebih banyak memandangmu.
Tapi mungkin kamu lupa, tak apa.
Kita juga makan jagung bakar waktu pulang.
Aku sempat membuat video buat kenang-kenangan.
Ternyata, video itu sekarang jadi kenangan beneran.
Kamu tahu, setiap kali pulang jalan-jalan, pikiranku selalu: apakah ini akan jadi yang terakhir? Sudahkah aku mengingat momen ini dengan detail?
Ada banyak ketakutan dan kini itu terjadi begitu saja.
Momen-momen itu hilang dan mungkin sudah terkubur di kamu.
Saat nanti ada tempat, lagu, atau apa pun, yang bisa mengingatkanmu tentangku, coba kasih tahu ya.
Kalau ada bau parfum, suara di telepon, atau apa pun, yang bisa membuatmu ke tulisan ini, kasih tahu ya.
Tidak ada pertanyaan yang tanpa jawaban kan? Harusnya begitu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemui Mimpimu di Jakarta

Angan-angan di Kota yang Jauh

Etika yang Luntur atau Dosen yang Baperan ?